Aku bangun di Sabtu pagi yang dingin, di suatu kota bernama Edirne. Langit masih redup, padahal jam dinding di kamar hotel sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Aku bangkit, memakai sandal yang disediakan hotel untuk membasuh muka. Sebenarnya aku selalu lebih suka berkeliaran di dalam ruangan dengan bertelanjang kaki. Namun, suhu dingin membuat telapak kakiku mendadak menjadi kaku setiap kali kujejakkan di lantai yang dingin. Aku membuat teh panas yang disediakan pihak hotel, sekedar untuk menghangatkan badan sedikit saja. Kuseruput teh sambil duduk di satu sofa kecil yang terletak di ujung kamar, sambil memandang keluar melalui jendela di sampingnya. Di bawah sana, seorang pedagang simit sudah memulai harinya lebih dulu.
Setengah jam kemudian, aku sudah merasa jauh lebih hangat. Setelah mandi, sedikit berdandan, aku meninggalkan kamar hotel menuju restoran di bawah tanah yang berfungsi sebagai tempat sarapan. Seorang pelayan muda menanyaiku, apakah aku mau kopi atau teh sebagai teman sarapan…
View original post 740 more words